"Ayah, Maafkan Aku" adalah cerpen ke 7 gue yang terbit di koran Padang Ekspres. Terbit di koran Minggu tanggal 7 Desember 2014. Cerpen ke 7 di tanggal 7. Semoga berkah.
Sebelum cerpen ini terbit, gue mulai pesimis dengat 'hobi' yang gue punya. Gue kadang merasa menulis hanya hobi, bukan bakat. Karna gue selalu merasa pesimis dengan karya yang gue hasilnya. Sangat minder ketika membandingkan dengan karya orang lain, rasanya ini hanya karya sederhana yang gak dipertimbangkan.
Terakhir cerpen gue diterbitkan adalah bulan Juli, dan sekarang bulan Desember. 5 bulan gue gak 'melahirkan' apa-apa. Gue sempat mengirim beberapa cerpen ke Padek, cuman selalu gak jebol. Ditolak berkali-kali rasanya sakit ya.
Tapi Alhamdulillah sekali, cerpen ini adalah oasis, penyemangat, dan pembangkit. Disaat gue mulai down, dia hadir memberikan sebuah tanda kalau gue tetap usaha pasti bisa. Tujuan utama gue sekarang adalah Novel. Gue ingin buat Novel sendiri, dengan nama gue tertulis disampulnya. Sudah sejak lama berusaha tapi belum juga bisa berhasil, semoga akan banyak muncul penyemangat-penyamangat yang terus memberikan semangat lebih untuk gue. Yah kadang gue juga rapuh haha
"Ayah, Maafkan Aku" bercerita tentang seorang anak yang membenci Ayahnya. Ayahnya sudah mengihianati cinta Ibunya. Sejak saat itu ia tidak mau berbicara dengan laki-laki yang ia panggil 'Ayah'. Tapi jauh di lubuk hatinya, si gadis tulus menyayangi Ayahnya, bagaimana pun itu adalah orang tua kandung. Dan jauh di lubuh hatinya, ia menyesal sudah bersikap jahat kepada Ayahnya.
Cerpen gue ini pasti pernah di alami oleh anak-anak di Indonesia, bahkan di dunia. Tentang pengkianatan dan perceraian. Membentuk perasaan membenci karna dikhianati. Tapi ketahui lah, memaafkan dan meminta maaf jauh lebih indah ketimbang membenci. Pelan-pelan untuk menerima, jauh di lubuk hatinya, 'ia' sungguh menyesali perbuatannya. 'Ia' tidak ingin anak-anaknya membenci dirinya, karna dibenci darah daging sendiring itu sangat-sangat menyakitkan.
Salam Semangat. Ulala ~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar